Kamis, 17 Mei 2012

memahami kehidupan sosial budaya

1
KEHIDUPAN SOSIAL MANUSIA Oleh:
Poerwanti Hadi Pratiwi1 Dalam standar isi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), khususnya Standar Kompetensi (SK) memahami kehidupan sosial manusia, memuat tiga Kompetensi Dasar (KD), yaitu: 1) mengidentifikasi interaksi sebagai proses sosial, 2) mendeskripsikan sosialisasi sebagai proses pembentukan kepribadian, dan 3) mengidentifikasi bentuk-bentuk interaksi sosial. Lebih lanjut dikemukakan bahwa mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat. Kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan peserta didik untuk memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis. Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut bahasan mengenai kehidupan sosial manusia terkait proses sosial dalam masyarakat, interaksi sebagai proses sosial, syarat-syarat interaksi sosial, sumber-sumber interaksi sosial, dan bentuk-bentuk interaksi sosial.
A. Proses Sosial dalam Masyarakat
Dalam kehidupan sehari-hari, individu selalu melakukan hubungan sosial dengan individu lain atau kelompok-kelompok tertentu. Hubungan sosial yang terjadi antar individu maupun antar kelompok tersebut juga dikenal dengan istilah interaksi sosial. Interaksi antara berbagai segi kehidupan yang sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari itu akan membentuk suatu pola hubungan yang saling mempengaruhi sehingga akan membentuk suatu sistem sosial dalam masyarakat. Keadaan inilah yang dinamakan proses sosial. Proses sosial yang terjadi dalam masyarakat tentunya tidak selalu berjalan dengan tertib dan lancar, karena masyarakat pendukungnya memiliki berbagai macam karakteristik. Demikian pula halnya dengan interaksi sosial atau hubungan sosial yang merupakan wujud dari proses-proses sosial yang ada. Keragaman hubungan sosial itu tampak nyata dalam struktur sosial masyarakat yang majemuk, contohnya seperti Indonesia.
Keragaman hubungan sosial dalam suatu masyarakat bisa terjadi karena masing-masing suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, bahkan dalam satu suku bangsa pun memiliki perbedaan. Namun, perbedaan-perbedaan yang ada itu adalah suatu
1 Dosen Pendidikan Sosiologi FIS UNY. Makalah disampaikan pada diskusi pengembangan materi ajar. Kerjasama antara Prodi Pendidikan Sosiologi FIS UNY dan MGMP IPS SMK Kabupaten Cilacap, 18 Januari 2012.
2
gejala sosial yang wajar dalam kehidupan sosial. Berdasarkan hal itulah maka didapatkan suatu pengertian tentang keragaman hubungan sosial, yang merupakan suatu pergaulan hidup manusia dari berbagai tipe kelompok yang terbentuk melalui interaksi sosial yang berbeda dalam kehidupan masyarakat.
Keragaman hubungan sosial dapat menimbulkan ketidakharmonisan, pertentangan, pertikaian antarsuku bangsa maupun intern suku bangsa. Jika keselarasan tidak ditanamkan sejak dini, terutama dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia yang memiliki keragaman hubungan sosial, maka dampak negatif tersebut akan menjadi kenyataan. Sebaliknya jika keselarasan dipupuk terutama dalam masyarakat majemuk, maka dampak negatif tersebut tidak akan terjadi, bahkan keragaman kebudayaan dalam masyarakat majemuk akan menjadi suatu aset budaya yang tak ternilai harganya.
Sebagai seorang individu yang hidup dalam bangsa yang terdiri dari beragam suku bangsa dan memiliki keaneragaman budaya, pasti akan mengalami keragaman hubungan sosial. Dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keragaman hubungan sosial tersebut, ada beberapa hal yang perlu kita sikapi dan terapkan agar keselarasan dalam keragaman hubungan sosial dapat terwujud, antara lain:
1. Mematuhi sistem nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana kita hidup
2. Beradaptasi (menyesuaikan diri) dalam perkataan dan tindakan kita dengan nilai dan norma yang berlaku
3. Mengikuti aturan yang berlaku agar terjadi keselarasan sosial di dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan megara
4. Saling menghargai antara sesama teman merupakan tindakan yang dapat mencegah kita dari pertentangan, terutama di tengah keragaman hubungan sosial dalam masyarakat kita yang majemuk
5. Berusaha untuk mengerti dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk menghindari terjadinya pertentangan yang tidak mendatangkan manfaat apapun juga
Dalam praktek kehidupan sehari-hari, masih banyak sikap-sikap lain yang dapat dikembangkan untuk menghadapi keragaman hubungan sosial yang ada. Agar bisa menjadi seseorang yang bisa menghargai perbedaan, maka peserta didik dapat diajak belajar dari sekarang untuk menerapkan sikap-sikap tersebut.
3
B. Interaksi sebagai Proses Sosial
Kimball Young dan Raymond W. Mack mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.2 Lebih lanjut John J. Macionis3 menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan suatu proses dimana individu bertingkah laku dan bereaksi dalam hubungan dengan individu lain. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan timbal-balik antara dua atau lebih individu manusia, di mana ide, pandangan dan tingkah laku individu yang satu saling mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki individu yang lain, atau sebaliknya. Rumusan ini dengan tepat menggambarkan kelangsungan timbal-baliknya interaksi sosial antara dua manusia atau lebih. Hubungan timbal-balik tersebut dapat berlangsung antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok untuk mencapai suatu tujuan.
Interaksi sosial adalah dasar proses sosial, pengertian tersebut menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Atau dengan perkataan lain, proses sosial merupakan cara-cara berhubungan dalam kehidupan masyarakat yang dapat dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut.4 Maka apabila ada dua orang bertemu, interaksi sosial pun dimulai ketika mereka saling mengucapkan salam, berjabat tangan, saling berbicara, atau mungkin terjadi pertengkaran satu sama lain. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan contoh dari bentuk-bentuk interaksi sosial. Soleman B. Taneko5 menambahkan ciri-ciri interaksi sosial antara lain: (1) adanya dua orang pelaku atau lebih, (2) adanya hubungan timbal balik antar pelaku, (3) proses diawali dengan adanya kontak sosial, baik secara langsung (kontak sosial primer), maupun secara tidak langsung (kontak sosial sekunder), (4) adanya dimensi waktu (lampau, sekarang, dan akan datang) yang menentukan sifat hubungan timbal balik yang sedang berlangsung, dan (5) adanya tujuan dari masing-masing pelaku.
2 Soerjono Soekanto. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hal: 67. 3 John J. Macionis. 2008. Sociology 12th ed. Pearson Prentice Hall. Hal: 144. 4 Soerjono Soekanto. Ibid. 5 Soleman B. Taneko. 1984. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: CV. Rajawali. Hal: 10.
4
C. Syarat-syarat Interaksi Sosial
Interaksi sosial tidak terjadi begitu saja, tetapi ada syarat-syarat tertentu supaya interaksi sosial berlangsung. Syarat-syarat tersebut adalah adanya kontak sosial dan komunikasi.
1. Kontak Sosial
Kontak sosial adalah hubungan sosial antara individu satu dengan individu lain yang bersifat langsung, seperti dengan sentuhan, percakapan, maupun tatap muka. Namun, pada era modern seperti sekarang ini kontak sosial bisa terjadi secara tidak langsung. Misalnya, orang-orang dapat berhubungan antara satu sama lain melalui telepon, telegrap, radio, surat, dan sebagainya. Perangkat-perangkat teknologi tersebut tidak memerlukan adanya hubungan fisik untuk mewujudkan suatu interaksi sosial, sehingga dapat dikatakan bahwa hubugan fisik tidak perlu menjadi syarat utama terjadinya kontak sosial.
Soerjono Soekanto,6 membagi kontak sosial dalam dua bentuk, yaitu:
a. Kontak sosial primer; kontak sosial yang terjadi secara langsung. Misalnya: langsung bertatap muka (face to face), saling bertegur sapa, berjabat tangan, saling memeluk, saling tersenyum, dan lain-lain.
b. Kontak sosial sekunder; kontak sosial yang terjadi secara tidak langsung. Contohnya: Andi meminta kepada Dio agar mau membujuk Budi untuk datang ke rumah Andi; atau Inda bercerita kepada Susi bahwa Dani sangat kagum atas prestasi Susi dalam lomba menari.
Apabila dilihat dari para pelakunya, kontak sosial dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Kontak sosial antar individu dengan individu
Contoh: seorang anak yang mempelajari kebiasaan-kebiasaan dalam keluarganya. Ia melakukan kontak dengan anggota-anggota keluarganya seperti ayah, ibu, kakak, dan sebagainya. Proses pembelajaran ini biasa disebut dengan sosialisasi.
b. Kontak sosial antar individu dengan kelompok
Contoh: seorang Lurah melakukan kontak dengan anggota-anggotanya dalam suatu rapat. Atau sebaliknya, pihak Kelurahan melakukan kontak dengan setiap anggota masyarakat ketika mengurus pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk)
c. Kontak sosial antar kelompok dengan kelompok
Contoh: pertemuan OSIS antar sekolah, pertandingan sepak bola antar sekolah, dan lainnya.
6 Soerjono Soekanto. op.cit. hal: 71 – 76.
5
2. Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian sesuatu hal atau pesan dari seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara langsung maupun melalui alat bantu agar orang lain memberikan tanggapan atau tindakan tertentu. Orang yang memberi pesan disebut komunikator, isi komunikasi atau berita yang disampaikan disebut pesan (message), sedangkan orang yang menerima pesan disebut komunikan.
Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Suatu senyum, misalnya dapat ditafsirkan sebagai suatu keramah-tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dn sikap ingin menunjukkan suatu kemenangan. Suatu lirikan mata, misalnya dapat ditafsirkan sebagai suatu tanda bahwa orang yang bersangkutan merasa kurang senang atau bahkan sedang marah. Dengan demikian, komunikasi memungkinkan kerjasama antara orang-perorangan dan antara kelompok-kelompok manusia, atau justru mengakibatkan terjadi kesalahpahaman karena masing-masing pihak tidak mau mengalah.
Komunikasi mana yang termasuk dalam interaksi sosial? Kalau kita cermati, tidak semua komunikasi dapat menyebabkan terjadinya interaksi sosial, karena komunikasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Komunikasi searah (one way communication); yaitu komunikasi di mana komunikan hanya sebagai obyek penerima pesan saja, tidak dapat menjadi komunikator. Hubungan hanya bersifat searah saja, tidak ada timbal balik. Misalnya, komunikasi lewat radio, televisi, atau lewat media massa cetak (koran, majalah, dan lain-lain).
b. Komunikasi dua arah (two way communication); yaitu komunikasi yang terjadi secara timbal-balik antara komunikator dengan komunikan. Suatu saat tertentu komunikator menjadi komunikan, dan saat lainnya komunikan menjadi komunikator. Jadi ada hubungan timbal-balik antara keduanya. Misalnya, proses interaksi belajar mengajar di kelas antara guru dan siswa, di mana ada saat siswa bertanya dan guru menjelaskan, atau sebaliknya.
Berdasarkan dua kategori komunikasi di atas, komunikasi dua arah termasuk dalam kriteria interaksi sosial. Hal ini sesuai dengan batasan dari interaksi sosial yang menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan proses hubungan timbal balik antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok untuk mencapai suatu tujuan. Namun, ada kalanya komunikasi satu arah dapat menjadi jembatan untuk menciptakan interaksi sosial. Misalnya, dua orang yang
6
berkenalan lewat internet (chatting) lama-kelamaan menjadi akrab, akhirnya bertemu dan menjadi teman akrab.
D. Sumber-sumber Interaksi Sosial
Interaksi sosial walaupun bentuknya tampak sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks, yang tidak dapat dilepaskan dari faktor-faktor yang menjadi sumber proses sosial tersebut, antara lain: imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Sumber-sumber tersebut dapat mendorong seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain.
1. Imitasi
Imitasi merupakan tindakan seseorang untuk meniru orang lain, baik melalui sikap, penampilan, maupun gaya hidupnya, bahkan apa saja dimiliki oleh orang lain tersebut. Imitasi terjadi pertama kali dalam proses sosialisasi keluarga, karena dalam keluarga seorang individu atau anak mulai meniru kebiasaan-kebiasan yang berlaku dalam keluarganya, seperti cara berpakaian, cara berbicara, adat isitiadat, kebudayaan, dan sebagainya. Seiring dengan bertambahnya usia individu tersebut, proses imitasi ini akan terus berkembang sampai ke lingkungan tetangga, teman sepermainan, hingga lingkungan masyarakat lainnya.
Imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses sosial. Peranan penting imitasi itu antara lain mampu mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun, imitasi mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif, karena seseorang atau sekelompok individu mengimitasi tindakan-tindakan yang menyimpang. Selain itu, imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan perkembangan daya kreasi seseorang. Saat ini proses imitasi semakin cepat berkembang terutama di kalangan usia muda, karena berkembangnya teknologi komunikasi seperti televisi, film, internet, dan sebagainya.
2. Sugesti
Sugesti adalah cara pemberian suatu pandangan atau pengaruh oleh seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu, sehingga orang tersebut mau mengikuti pandangan atau pengaruh tersebut tanpa berpikir panjang. Oleh karena sugesti merupakan anjuran yang bersifat menggugah emosi spontan seseorang tanpa berpikir panjang, maka keberhasilan sugesti ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Orang yang memberikan sugesti lebih berwibawa. Wibawa bisa disebabkan umurnya lebih tua, lebih berpendidikan, lebih berkuasa, dan lain-lain.
7
b. Pandangan yang diberikan lebih berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan si penerima sugesti
c. Lebih berhasil bila kondisi si penerima sugesti dalam keadaan emosinya tidak stabil. Sebaliknya orang yang emosinya stabil akan susah untuk diberi sugesti.
Contoh pemberian sugesti adalah maraknya iklan di televisi untuk menggunakan produk tertentu, pidato dalam kampanye partai politik, ajakan seorang teman untuk memakai narkotika, dan lainnya.
3. Identifikasi
Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi ini sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.
Kesadaran akan nilai dan norma-norma itu dapat diperoleh anak melalui identifikasi dengan orang tuanya, biasanya anak lelaki mengidentifikasi ayahnya dan anak perempuan mengidentifikasi ibunya. Identifikasi itu berarti kecenderungan atau keinginan dalam diri anak untuk menjadi sama seperti ayahnya atau sama seperti ibunya. Kecenderungan ini bersifat tidak sadar bagi anak itu dan tidak hanya merupakan kecenderungan untuk menjadi seperti ayah atau ibu secara lahiriah saja, tetapi juga secara batin. Artinya anak itu secara tidak sadar mengidentifikasi sikap-sikap orang tuanya yang dapat ia mengerti mengenai norma-norma dan pedoman-pedoman tingkah lakunya sejauh kemampuan yang ada pada anak itu. Dalam proses identifikasi, seluruh sistem norma, sikap, tingkah laku orang tuanya sedapat mungkin dijadikan norma-norma, cita-cita, dan sebagainya.
Proses identifikasi dapat berlangsung
a. dengan sendirinya atau secara tidak sadar, misalnya: anak yang sewaktu kecil cenderung mengidentifikasi ayahnya
b. dengan disengaja atau rasional, artinya identifikasi terjadi berdasarkan perasaan-perasaan atau kecenderungan-kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, misalnya: anak perempuan yang mengidentifikasi sikap dan perilaku artis Madona yang terkenal. Namun, dia tidak berpikir bahwa rasional dalam mengidentifikasi artis tersebut, bahwa pakaian dan berperilaku seperti Madona kurang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia
8
c. dengan melihat kegunaannya untuk melengkapi sistem norma, cita-cita dan pedoman tingkah laku orang yang mengidentifikasi itu. Misalnya, seorang siswa yang mengidentifikasi guru idealnya dalam bertingkah laku di masyarakat.
Hal-hal tersebut dilakukan karena seringkali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.
4. Simpati
Simpati merupakan suatu proses kejiwaan bila seorang individu merasa tertarik pada seseorang atau sekelompok orang karena sikap, penampilan, wibawa, atau perbuatannya yang sedemikian rupa. Di dalam proses ini perasaan seseorang memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerjasama dengannya. Inilah perbedaan utamanya bila dibandingkan dengan identifikasi. Identifikasi lebih didorong oleh suatu keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati, karena mempunyai kelebihan-kelebihan atau kemampuan-kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. Proses simpati dapat berkembang jika berada dalam keadaan saling pengertian. Contoh: seorang pengusaha yang melihat seorang anak yang pandai dan rajin, tetapi sangat miskin yang hidup di suatu desa tertinggal. Tiba-tiba pengusaha tersebut merasa iba dan tertarik, lalu mengangkat anak itu menjadi anak asuhnya.
Simpati dapat bersifat searah dan dapat bersifat timbal balik (dua arah). Simpati searah, misalnya Alex simpati sekali dengan Bambang Pamungkas yang permainan sepak bolanya baik sekali, namun Bambang tidak mengerti kalau Alex merupakan simpatisannya. Simpati timbal balik akan menghasilkan suatu hubungan kerjasama, misalnya Rahmad Darmawan bersimpati kepada Bambang Pamungkas sebagai Kapten Sepakbola Timnas, demikian pula sebaliknya, Bambang bersimpati kepada Rahmad sebagai pelatih sepakbola yang hebat. Hasil dari saling simpati tersebut lama-kelamaan akan menciptakan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan.
E. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Para ahli sosiologi mengadakan penggolongan terhadap bentuk-bentuk interaksi sosial. Menurut mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu: proses sosial asosiatif dan proses sosial disosiatif.
9
1. Proses sosial asosiatif
Proses sosial asosiatif adalah proses sosial yang mengacu kepada adanya kesamaan, keserasian dan keseimbangan pandangan atau tindakan dari orang-perorangan atau kelompok orang dalam melakukan interaksi sosial. Proses sosial asosiatif mengarah kepada adanya integrasi sosial. Proses sosial asosiatif dapat berupa kerjasama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
a. Kerjasama
Kerjasama merupakan aktivitas sosial yang melibatkan dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama. Beberapa Sosiolog menganggap bahwa kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang utama dan banyak dilakukan orang, mengingat atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi tersebut dapat dikembalikan pada kerjasama. Interaksi yang berbentuk kerjasama dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu:
1) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran (tawar-menawar) barang-barang dan jasa-jasa antara dua orang/ organisasi atau lebih.
2) Cooptation, suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
3) Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Coalition dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, mungkin karena dua atau lebih organisasi tersebut mempunyai struktur yang berbeda satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, karena maksud utamanya adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama maka sifatnya adalah kooperatif.
4) Joint Venture, merupakan bentuk kerjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu dengan perjanjian pembagian keuntungan menurut porsi masing-masing yang disepakati. Misalnya, dalam pembuatan jalan tol, pengusaha di Indonesia mengadakan kerjasama dengan pengusaha di Filiphina untuk membangun jalan tol di Filiphina, dengan perjanjisaan bahwa hasil perolehan atau keuntungan tersebut akan dibagi antara kedua belah pihak. Biasanya dalam joint venture tersebut satu pihak mengisi kekurangan-kekurangan pada pihak lain dan sebaliknya.
10
b. Akomodasi
Dikotomi makna istilah akomodasi adalah (1) dipergunakan untuk menunjuk pada suatu keadaan, dan (2) untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti suatu kenyataan akan adanya keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-perorangan dan kelompok-kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sedangkan sebagai suatu proses, maka akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
Akomodasi sebagai suatu proses memiliki beberapa bentuk, yaitu:
1) Koersi (coercion), adalah akomodasi yang dilakukan dengan kekerasan dan paksaan. Bentuk ini biasanya dilakukan oleh kelompok yang lebih kuat atau berpengaruh terhadap kelompok yang lemah. Misalnya perbudakan, dimana interaksi sosialnya didasarkan pada penguasaan majikan atas budak-budaknya di mana budak dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak apapun juga.
2) Kompromi (compromise), adalah akomodasi yang dilakukan dengan cara masing-masing kelompok atau pihak yang berselisih bersedia mengurangi tuntutannya sehingga terjadi kesepakatan penyelesaian konflik
3) Arbitrase (arbitrage), adalah akomodasi atau penyelesaian konflik dengan cara meminta bantuan pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau badan yang kedudukannya lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertikai. Keputusan yang diambil oleh pihak ketiga ini bersifat mengikat. Contohnya perselihan antara buruh/ karyawan dengan pemilik perusahaan, kemudian keduanya meminta bantuan Badan Penyelesaian Perburuhan (BPP) Departemen Tenaga Kerja sebagai pihak ketiga.
4) Mediasi (mediation), yaitu penyelesaian konflik dengan jalan meminta bantuan pihak ketiga yang disepakati bersama oleh pihak-pihak yang berkonflik. Namun, keputusan yang diambil oleh pihak penengah atau pihak ketiga ini sifatnya hanyalah sebagai nasehat. Contohnya, perkelahian antar dua kampung yang berbeda dengan meminta kepala desa untuk mendamaikan.
5) Konsiliasi (Conciliation), yaitu proses akomodasi dengan jalan mempertemukan keinginan-keinginan pihak yang berselisih untuk dicapai persetujuan atau kesepakatan bersama. Contohnya, wakil perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-wakil Departemen Tenaga Kerja dan sebagainya, secara khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah buruh, hari-hari libur, dan sebagainya
11
6) Toleransi (Tolerance), adalah suatu akomodasi tanpa ada persetujuan secara formal antara pihak-pihak yang bertikai, namun sudah ada kesadaran dari tiap pihak. Contohnya, dalam keluarga terjadi pertikaian, namun karena masing-masing pihak menyadari kesalahannya pertikaian pun berakhir
7) Stalemate, merupakan suatu akomodasi, di mana pihak-pihak yang bertentangan karena memiliki kekuatan yang seimbang, berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur. Stalemate tersebut, misalnya terjadi antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet (Rusia), khususnya di bidang nuklir.
8) Adjudication, yaitu suatu bentuk akomodasi yang dilakukan melalui proses di pengadilan. Contohnya, sengketa warisan dimana masing-masing ahli waris ingin mendapatkan harta warisan sebanyak-banyaknya kemudian mereka sepakat diselesaikan di lembaga pengadilan, sehingga apa pun keputusan pengadilan, semua ahli waris harus rela menerimanya.
c. Asimilasi
Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Dalam pengertian yang berbeda, khususnya berkaitan dengan interaksi antar kebudayaan, asimilasi diartikan sebagai proses sosial yang timbul bila ada: (1) kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya, (2) individu-individu sebagai anggota kelompok itu saling bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu yang relatif lama, (3) kebudayaan-kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri. Biasanya golongan-golongan yang dimaksud dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas.
Dalam hal ini, golongan minoritas merubah sifat khas dari unsur kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan golongan mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun kahilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan identitas etnik dan
12
kecenderungan asimilasi dapat terjadi jika ada interaksi antarkelompok yang berbeda, dan jika ada kesadaran masing-masing kelompok.
Jika disepakati bersama, maka beberapa contoh gambar yang sering digunakan untuk menjelaskan konsep asimilasi adalah berikut ini:
Kebudayaan A Kebudayaan B
Kebudayaan C
Bentuk struktur sosial yang mengalami proses asimilasi
+ =
Pembauran dua unsur sosial yang berbeda akan menghasilkan
suatu unsur yang baru
Sedangkan contoh yang sering digunakan untuk menjelaskan proses asimilasi yaitu:
A adalah orang Indonesia yang menyukai tarian Bali. Ia berteman baik dengan B yang merupakan orang Amrerika Latin dan bisa tarian tradisionalnya Amerika Latin (Tango). Karena keduanya terus menerus berinteraksi maka terjadilah percampuran budaya yang menghasilkan budaya baru yang merupakan hasil penyatuan tarian Bali dan Tango, tetapi tarian baru tersebut tidak mirip sama sekali dengan tarian Bali atau Tango.
d. Akulturasi
Akulturasi dapat didefinisikan sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan
13
asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Dalam hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (overt culture). Covert culture misalnya: 1) sistem nilai-nilai budaya, 2) keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, 3) beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat, dan 4) beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sedangkan overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan.
Proses akulturasi tersebut dapat digambarkan seperti berikut:
Unsur-unsur
+ =
Dua kebudayaan berbeda membentuk sebuah kebudayaan baru dengan
tidak menghilangkan ciri masing-masing kebudayaan
Sedangkan beberapa contoh yang sering digunakan untuk menjelaskan proses akulturasi antara lain:
1) Menara kudus, akulturasi antara Islam (fungsinya sebagai masjid) dengan Hindu (ciri fisik menyerupai bangunan pura pada agama Hindu)
2) Wayang, akulturasi kebudayaan Jawa (tokoh wayang: Semar, Gareng, Petruk, Bagong) dengan India (ceritanya diambil dari kitab Ramayana dan Mahabharata)
unsur kebudayaan dari masing-masing kebudayaan yang berbeda saling bercampur satu sama lain sebagai akibat dari pergaulan atau interaksi yang intensif dalam waktu yang lama, namun tidak menyebabkan munculnya budaya baru
14
3) Candi Borobudur, akulturasi antara agama Budha (candi digunakan untuk ibadah umat Budha) dengan masyarakat sekitar daerah Magelang (relief pada dinding candi menggambarkan kehidupan yang terjadi di daerah Magelang dan sekitarnya)
4) Seni kaligrafi, akulturasi kebudayaan Islam (tulisan Arab) dengan kebudayaan Indonesia (bentuk-bentuknya bervariasi)
2. Proses sosial disosiatif
Proses disosiatif adalah proses sosial yang mengarah ke bentuk-bentuk pertentangan atau konflik. Proses sosial disosiatif ini dapat berupa persaingan, kontravensi, pertentangan atau konflik.
a. Persaingan (competition)
Persaingan dapat diartikan sebagai proses sosial yang ditandai adanya saling berlomba atau bersaing antarkelompok atau antarindividu untuk mengejar suatu nilai tertentu agar lebih maju, lebih baik, dan lebih atau kuat. Persaingan memiliki dua sifat, yaitu:
1) Personal competition merupakan persaingan antarindividu atau perorangan yang terjadi secara langsung, seperti: perebutan kursi oleh para anggota dalam suatu organisasi untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Tipe persaingan seperti ini disebut rivalry.
2) Impersonal competition merupakan persaingan antarkelompok, contohnya: persaingan partai-partai politik dalam memenangkan suara pada pemilihan umum.
b. Kontravensi (contravention)
Kontravensi adalah proses sosial yang terutama ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Kontravensi dapat diartikan juga sebagai suatu sikap mental yg tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Sikap yang tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi suatu kebencian, akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.
Kontravensi dapat mengacu kepada suatu pandangan, gagasan, ajaran, kepercayaan, rencana, atau kebijakan yang datang dari seseorang atau kelompok. Misalnya, Kepala Sekolah mengambil kebijakan untuk menaikkan sumbangan BP3 di sekolah, kemudian sekelompok siswa tertentu tidak setuju dengan kebijakan
15
tersebut, yang selanjutnya berkembang menjadi tidak senang dan benci. Sedangkan perasaan tidak senang dan benci tersebut masih disembunyikan, tidak ditampakkan kepada Kepala Sekolah. Sikap mental sekelompok siswa tersebut termasuk suatu kontravensi.
c. Pertentangan atau pertikaian (conflict)
Pertentangan atau pertikaian (conflict) adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang yang berusaha mencapai tujuannya, biasanya dengan cara menantang pihak lawan dengan disertai kekerasan atau ancaman.
Terjadinya pertentangan biasanya karena tajamnya perbedaan-perbedaan seperti perbedaan badaniyah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola kelakuan, dan sebagainya dengan pihak lain. Perasaan memegang peranan yang penting dalam mempertajam perbedaan-perbedaan tersebut, sehingga masing-masing pihak berusaha untuk saling menghancurkan. Perasaan tersebut biasanya merupakan amarah dan rasa benci yang menyebabkan dorongan-dorongan untuk melukai atau menyerang pihak lain, atau untuk menekan dan menghancurkan orang-perorangan atau kelompok manusia yang menjadi lawan. Secara rinci, faktor-faktor yang menjadi sebab pertikaian atau pertentangan antara lain:
1) Perbedaan antar orang-perorangan; seperti perbedaan pendirian, ideologi, kepentingan, dan lain-lain
2) Perbedaan kebudayaan; misalnya pertentangan yang terjadi antara suku yang satu dengan suku yang lain, yang masing-masing memiliki budaya berbeda
3) Bentrokan kepentingan; misalnya bentrokan kepentingan antara direktur dan staf bawahannya, di satu sisi staf bawahannya perlu honor yang layak, sedangkan di sisi lain direktur mengalami krisis keuangan untuk mengembangkan usahanya
4) Perubahan-perubahan sosial; perubahan sosial yang terlalu cepat juga bisa menimbulkan goncangan dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, baik yang menyangkut tatanan strukturnya maupun tatanan nilai dan norma. Goncangan-goncangan tersebut pada akhirnya juga bisa mendorong terjadinya pertikaian antargolongan. Misalnya, pertikaian antara kelompok yang pro reformasi dengan kelompok yang pro status quo ketika terjadi perubahan di Indonesia.

1 komentar: